Catatan Aqeela Zahra: Fatimah Az Azahra, wewangian Surga

“Aku beri nama putriku Fatimah (yang dijauhkan) karena Allah menjauhkan dia dan orang-orang yang mencintainya dari api neraka”. Begitu ucap Rasul SAW mengenai putri sulungnya, wanita penghulu surga, Fatimah Az-Zahra.

Ash-Saddiqah artinya yang benar, Al- Mubarakah bermakna yang diberkati, Ath-Thahirah berarti yang suci, Az-Zakiyyah adalah tiada cela, Ar-Radhiyah maksudnya yang puas dengan ridha Allah, Al-Mardhiyyah adalah yang ridha pada Allah, Al-Muhaddatsah yaitu yang dibicarakan para malaikat dan Az-Zahirah dialah yang cemerlang. Demikian gelar yang pantas bagi seorang wanita yang suci.
Rasulullah didatangi malaikat Jibril yang membawa amanah dari Allah SWT, agar nabi mengasingkan diri selama Empat puluh hari dan istri beliau Khadijah. Binti Khuwailid-pun rela berpisah dengan suami tercinta, mengingat ini perintah Allah. Selama ber-uzlah, Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam berpuasa pada siang hari dan berbuka pada malamnya

Terlewati pula waktu yang ditentukan Allah hingga hari ke empat puluh. Pada hari itu ketika Rasul Salallahu Alaihi Wasallam hendak berbuka puasa, malaikat tiba datang menghidangkan menu berbuka bagi Rasul yang mulia. Selesai Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam. Berbuka puasa melaikat berkata; “ haram engkau untuk shalat sunat hingga tiba di rumah istrimu dan menggaulinya” begitu pesan Allah Azza walalla”.

Sembilam Bulan Khadijah membawa bayinya dalam perut. Hingga Jum’at 20 Jumadil akhir lima tahun setelah kenabian menurut ulama Imamiyah dan lima tahun sebelum kenabian demikian menurut kebanyakan ulama Ahlussunnah. Fatimah Az-Zahra patut berbangga karena lahir dari perut wanita mulia yang rela berkorban harta dan menghadapi cala demi tegaknya Islam di muka dunia.
Ada yang merawi, ketika Rasul Salallahu Alaihi Wasallam diangkat ke langit, di mana ia makan buah-buahannya serta minum airnya, sehingga menjadi darah daging nabi. Dari makanan sari itu kemudian menggauli Khadijah dan dari sari pati surga itu lahirlah teladan wanita sepanjang masa. Dialah Fatimah Az-Zahra.

Dalam Syi’ib Rasul Salallahu Alaihi Wasallam dan pengikutnya di boikot selama tiga tahun penuh. Dengan derita dan guncangan yang dahsyat, tidak boleh ada makanan dan barang yang masuk untuk Rasul Salallahu Alaihi Wasallam dan kaum muslimin.

Baru setahun lepas dari cengkraman, karena pembokotan di perkampungan Abu Thalib oleh orang yang membenci agama yang dibawakan Ayahhanda Fatimah Az-Zahra, ibundanya meninggal dunia. Tiada tempat bagi Fatimah Az-Zahra meratapi kesehihannya kecuali pada Rasul Salallahu Alaihi Wasallam mulia dan Ibu kecilnya, yaitu kakaknya Ummu Kaltsum yang lima tahun lebih tua dari Fatimah Az-Zahra.
Sungguh kasih sayang ibunnya hanya dirasakan sementara. Rasa cinta yang dirasa tak seindah bersama ibunda walau bersamanya waktu masa balita dilewatinya dengan cela dan hina yang dilontarkan kafir Qurais yang membenci agama termuda, yaitu Islam.

Fatimah Az-Zahra yang masih belum begitu memahimi dunia, bertanya pada Rasulullah “ayah!! Di mana gerangan kini ibunku berada”. Ketika Rasul Salallahu Alaihi Wasallam bingung untuk menjawab pertanyaan putrinya, datanglah malaikat membawa berita gembira. Bahwa ibunda Fatimah Az-Zahra, kini berada di sebuah rumah persembahan Allah terbuat dari Zamrud. Di sana tiada keresahan dan rasa letih.

Hari-hari dilalui Fatimah Az-Zahra dengan ratapan dan kesedihan, karena kehilangan ibunda tercinta. Penderitaan Fatimah Az-Zahra ditambah dengan penghinaan kebanyakan penduduk kota Mekkah terhadap ayahnya, yang sedang memperjuangkan agama yang satu-satunya diridha Allah. Bahkan Fatimah Az-Zahra pernah menyingkirkan kotoran unta ditempat sujud Muhammad, ayahnya, ketika Rasul Salallahu Alaihi Wasallam. sedang shalat, akibat ulah kafir Quraish.T_T sedih banget…. ;(

Perintah hijrah datang dari Allah, Rasul Salallahu Alaihi Wasallam dahulu baru Fatimah Az-Zahra. Dalam perjalanan menuju Madinah, sekelompik kafir Quraish datang menghadang bermaksud menyakiti Fatimah Az-Zahra, dan beberapa wanita yang bersamanya. Namun Allah yang pemurah menyelamatkan putri Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam, melalui perantara seorang pemuda perkasa yang telah mengawali mereka berhijrah sejak dari Mekkah, yaitu Ali bin Abi Thalib.
Amirul Mukminin yang merasa bertanggungjawab, melompat sambil mengeluarkan pedang panjangnya, menyerang para penghadang, bagai singa yang hendak menerkam seekor rusa.
Anak Abu Thalib berhasil menyelamatkan Fatimah Az-Zahra dari kepungan para penentang agama yang ingin menyakiti putri kesayangan Rasulullah.

Tiba di Madinah luka Fatimah Az-Zahra semakn bertambah. Aisyah dan ummu Salamah tak dapat mengganti peran khhadijah, sebagai seorang ibu yang memberi kasih sayang semangat dan cinta bagi Fatimah Az-Zahra.

Abu Bakar dan Umar bin Khattab (nggak tau diri ya??wkwkwk) menawarkan diri menjadi menantu Rasulullah SAW, bahkan banyak lagi pemuda yang kaya dan dan terhormat punya niat meminang Fatimah Az-Zahra. Namun semua ditolak Rasulullah SAW dengan kalimat yang tidak menyakitkan hati.
Para sahabat Rasul Salallahu Alaihi Wasallam mengatur siasah. Mereka mendatangi Ali yang sedang memetik kurma milik seorang Yahudi, dengan upah pinjaman unta.

Mereka menganjurkan Amirul Mu’minin agar melamar Fatimah Az-Zahra, wanita yang tumbuh bersamanya dalam bimbingan dan didikan Rasulullah dan Khadijah.

Amirul mukminin AS yang tangguh, hasil didikan Rasulullah SAW tak sempat berfikir untuk menikah sampai umurnya telah ‘Dua satu’. Walau telah lama memendam rasa cinta terhadap Fatimah Az-Zahra, ia mengeluh akan tawaran mulia itu, Karena merasa miskin, hina, ditambah rasa malu untuk meminang putri Rasulullah.

Para sahabat terus memberi semangat agar Amirul Mu’minin tak perlu khawatir dengan kekurangan harta dan martabat, karena Rasul Allah hanya memandang Iman dan ketakwaan.
Tibalah Ali di depan pintu rumah Rasulullah, “Assalamu’alaikum wahai utusan Allah” terdengan suara dari luar “bukalah pintu itu wahai istriku, yang di luar adalah anak pamanku” kata nabi pada istrinya Ummu Salimah. Ummu Salamah heran karena Rasul Salallahu Alaihi Wasallam belum melihat siapa yang datang, tapi beliau sudah terlebih dahulu mengetahui bahwa yang datang adalah Ali bin abi Thalib AS.
Rasulullah baru saja didatangi Jibril utusan Allah. Jibril membawakan berita dari langit, bahwa Rabbul Alamin telah menikahkan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad bin Abdullah. Dengan Amirul mu’minin AS.

Dengan menundukkan wajah di hadapan Rasulullah, Ali AS memberitahukan maksud kedatangnnya, untuk melamar perawan suci putri sulung beliau. Rasul SAW menanyakan mahar apa yang akan di berikan Ali untuk melamar Fatimah Az-Zahra. Ibnu Khattabah bingung karena ia hanya punya tiga harta kekayaan, yaitu pedang untuk menebas leher musuh Allah, bejana yang digunakan untuk minumnya ketika ia haus, dan baju besi yang ia miliki. Nabi Salallahu Alaihi Wasallam menerima pinanagan Ali dengan mahar baju besi.

Ali anak Abi Thalib pergi menjualkan baju besinya kepada salah seorang sahabat Rasul, untuk diberikan mahar kepada Rasul. Rasul menyuruh Ummu Salamah untuk berbelanja kebutuhan pengantin baru dengan uang yang diperoleh Ali dari hasil penjualan baju besinya. Baju besi tersebut di hadiahkan kembali oleh pembeli kepada Amirul mu’minin.

Menikahlah Amirul Mu’minin AS dengan Fatimah Az-Zahra. Mereka membangun sebuah rumah tangga yang bahagia di bawah lindungan Allah. “Hanya Ali lah yang patut untuk Fatimah Az-Zahra dan hanya Fatimah Az-Zahra lah yang patut buat Ali”. Demikian terang Rasulullah.

Allah mengkaruniai pasangan yang besar bersama dalam satu atap itu dengan dua orang putra, yaitu; Hasan dan Husain, dan dua orang putri Zainab dan Ummu Kaltsum. Berbagai pekerjaan rumah ditekuni Fatimah Az-Zahra. Mulai dari menyapu rumah hingga merawat anak-anak. Ketika suami pulang dari medan perang, Fatimah Az-Zahra menyambut pahlawan Islam itu dengan senyum, penuh rasa syukur dan kasih sayang serta mencuci baju dan padang Ali yang terlumuri darah musuh Allah.

Fatimah Az-Zahra pernah menggiling gandum hingga tangannya memerah. Setiap malam Fatimah Az-Zahra bangun pada sepertiga malam, untuk beribadah pada Allah hingga kakinya bengkak. Semua pekerjaan dilakukan Fatimah Az-Zahra dengan ikhlas untuk mendapat Ridha Allah.
Fatimah Az-Zahra mendapat hadiah sebuah rumah dari seorang muslim Anshar di Madinah dan tinggai di sana bersama Ali dan anak-anaknya.

Fatimah Az-Zahra penghulu wanita surga. Anaknya, Hasan yang kelak diracuni oleh istrinya, dan Husen menjadi syuhada di Karbala, akibat ulah Laknatullah Yazid dan antek2nya yang sebelumnya telah diramalkan Rasulullah.
“Amanah khalifah untuk Amirul mukminin suami Fatimah Az-Zahra” . Demikian wasiat Rasulullah ketika beliau usai berhaji Wada’.

Akhir Safar atau awal Rabi’ul Awal, Rasulullah Salallahu A’laihi wasallam mulai sakit dan beliau memerintahkan Abu Bakar agar menjadi imam shalat kaum muslimin. Wafat Rasulullah di pangkuan putrinya, Fatimah Az-Zahra, setelah beliau menunaikan risalah Allah dalam usia Enam puluh tiga tahun. Dua puluh tiga tahun Rasul Allah Berdakwah, menyampaikan Wahyu Allah, memerangi kejahiliyahan, dan berjihad demi tegaknya agama Allah. Islam agama yang sempurna dan hanya Islam yang diterima Allah, membenarkan kitab-kitab Allah terdahulu, Turat, Zabur dan Injil.

Setelah wafat, Rasulullah SAW. Dibaiatlah Abu Bakar sebagai khalifah lewat Saqifah yang penuh intrik. Ali dan Fatimah tak mau tunduk pada khalifah. Bukankan Rasul Allah telah berwasiah “Ali-lah yang menggantikan Rasul Allah sebagai Khalifah”. Ibnu Khattabah khawatir bila Ali dan Fatimah Az-Zahra tak mau berbaiah pada Khalifah, kaum muslim akan terpecah, juga kekuatan Islam akan melemah. Abu Bakar setuju untuk memaksa Ahlul Bait Rasulullah agar tunduk pada Khalifah.

Berangkatlah Umar bersama Khalid ibn Walid dan Qanfadz. Menuju rumah Ali dan Fatimah Az-Zahra. Diseretlah Amirul Mukminin oleh para tamu yang tak diundang itu. Az-Zahrah menghadang dan mencegah. Namun Qanfadz mencambuk putri Rasul Allah hingga memar kulitnya. Fatimah terus memberikan perlawana dengan melawan ketiga laki-laki yang gagah perkasa tersebut. Fatimah Az-Zahra terlalu lemah untuk menjadi lawan mereka, dan ia tak kuasa hingga tulang rusuknya patah, dan janin dalam perutnya gugur, demi membela sang suami.T_T

Sebidang tanah Fadak dituntut Fatimah Az-Zahra. Ia menganggap itu warisan Ayahnya tercinta. Abu Bakar menolak memberikannya dengan berkata : ”Rasul Allah tidak meninggalkan harta ketika wafatnya, beliau hanya mewariskan Al-Qur’an dan Sunnah. peninggalan Rasul yang berupa harta dianggap sebagai sedekah kepada semua muslim.”

Waisat ayah yang tak diberikan pihak penguasa, terus dituntut Fatimah Az-Zahra.
Istri Amirul Mukminin berceramah di depan Khalifah dan segenap kaum muslimin, “Hendaklah kalian semua takut pada Allah, tunaikanlah warisan Rasul-Nya pada yang berhak mendapatkannya”
Abu Bakar tetap menolak memberikan tanah pada Fatimah Az-Zahra. Karena ragu akan kebenaran kata putri Rasulullah. Ada yang beranggapan. Khalifah tak mau memberikan tanah Fadak. Karena akan menghasilkan uang untuk keluarga Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam, dan dengan harta mereka akan punya kekuatan untuk merebut bangku khalifah, dari Abu Bakar untuk Ali. Banyak ahli sejarah berkesimpulan “apalah arti sebidang tanah bagi seorang yang rela menahan lapar agar orang lain kenyang” . Oleh karena itu, bukanlah tanah Fadak tujuan utama Fatimah Az-Zahra. Tapi untuk merebut bangku Kekhalifahan menjadi milik Ali. Sesuai dengan wasiat Rasulullah. Begitu tujuan Putri Muhammad.
Fatimah Az-Zahra marah pada Abu Bakar, dan bersumpah tak mau berbicara dengan khalifah, dan orang yang bersamanya. Menjelang ajal Fatimah Az-Zahra, datanglah Khalifahul Ula bersama Umar bin Khattab, untuk meminta maaf pada putri sulung Rasul Salallahu Alaihi Wasallam.

Ke langit Fatimah Az-Zahra menghadapkan wajah, mengangkat kedua belah tangan, sambil kata “Lihatlah mereka wahai ayah, mereka telah menyakiti putrimu. Ya Allah kuserahkan mereka kepada-Mu”.
Rasul Salallahu Alaihi Wasallam pernah berkata; “Siapa yang menyakiti Fatimah Az-Zahra berarti menyakitiku, dan siapa yang menyakitiku berarti menyakiti Allah” selanjutnya Rasul bersabda; “Murka Allah karena kemarahan Fatimah Az-Zahra, dan ridha Allah karena ridhanya. Bukan hak kita mengklaim siapa benar siapa yang salah. Yang jelas mereka telah dijamin surga oleh Rasul Allah.
Dengan tubuh yang semakin kurus dan melemah. Fatimah Az-Zahra datang kemakam Rasulullah. Ia mengadukan keluh-kesah dan penderitaan hidupnya.

Hari-hari ia lalui dengan kesedihan. Semakin rindu Fatimah Az-Zahra untuk bertemu dengan sang ayah. Siang dan malam terdengar Fatimah Az-Zahra menangis. “Bisakah kamu meminta Fatimah Az-Zahra agar menangis pada siang hari saja, dan diam pada malamnya atapun sebaliknya agar kami dapat bekerja dengan tenang”. Begitu keluh para tetangga, pada Amirul mukminin. Karena mereka merasa terganggu dengan suara tangisan Fatimah Az-Zahra, sepanjang hari dan malam.

Pindahlah Fatimah Az-Zahra pada sebuah rumah yang terasing dari pemukiman. Madiah, disanalah Fatimah Az-Zahra beribadah dan meratapi penderitaan hidupnya dengan tubuh pucat dan semakin mengurus.

Empat puluh hari sebelum menghadap Allah, Fatimah Az-Zahra terbaring lemah dan sakit keras.
Hari ketiga Ramadhan Fatimah Az-Zahra menyusul sang ayah setelah Rasulullah mendahului putri sulungnya belum genap enam bulan, Fatimah Az-Zahra meninggal pada usia 28 tahun. Demikian pendapat terkuat. Ada yang berpendapat wanita teladan muslimah sepanjang masa itu, menghadap Allah pada usia 18, 23 dan 35 tahun.

Atas wasiat Fatimah Az-Zahra sebelum meninggal, Ali memakamkannya pada malam hari agar tak diketahui oleh orang yang telah menyakitihatinya ketika ia masih hidup di dunia.
Sebagian pendapat Fatimah- az-Zahra dimakamkan di pemakaman Baki’. Kebanyakan ulama dan ahli sejarah berpendapatm, Fatimah Az-Zahra dimakakan di dekat makam Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam. Berdasarka Sabda Rasulullah SAW; “Diantara makam dan mimbarku ada Taman Surga” dan taman surga menurut penafsiran kebanyakan ulama adalah makamya Fatimah Az-Zahra.

Betapa sakit hati dan pedih hatimu di kala engkau menyaksikan pengkhianatan dan penyimpangan sebagian umat ayahmu. Salam sejahtera atasmu, wahai Saiyidatina Fatimah, di hari lahirmu, di hari penderitaanmu dan di hari wafatmu.

assalammualaiki ya Ummu Abiha…Assalamualaiki ya fatimatuzzahro…ya…hujjatullahi ‘ala halqih…ya sayyidatana…
cinta Kami…rindu kami…Untukmu dan Keluargamu…
Biarlah kobaran marah ini untuk musuhmu, untuk yang merebut Hak mu, hak kekhalifahan suamimu dan anak-anakmu, temukan kami sebagai barisan pecinta di al haudh nanti…..

Tinggalkan komentar